PEKAN lalu, tepatnya Rabu 17
Februari 2016, tujuh pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil
Pemilukada 9 Desember 2015, dilantik Gubernur Sulteng, Drs H Longki Djanggola
MSi. Dalam konsep hukum administrasi, pelantikan yang diikuti dengan prosesi
serah terima jabatan antara pejabat lama dan pejabat baru, bukan sekadar
peristiwa seremonial belaka.
Pelantikan
bermakna dimulakannya legal activity bagi pasangan kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang berhasil memenangi Pemilukada. Serah terima jabatan antara
pejabat lama dan pejabat baru merupakan konsekuensi dari konsep jabatan itu
sendiri. J.H.A. Logemann mengatakan jabatan (het ambt) bersifat tetap (duurzaam)
tapi pemegang jabatan (ambtsdrager)datang dan pergi silih berganti.
Secara
teoretis, pemegang/pemangku jabatan diperlukan karena jabatan tidak dapat
melaksanakan fungsi dan kewenangannya sendiri. Dari sinilah lahir konsep
baru, tentang tanggung jawab jabatan dan tanggung jawab pribadi. Kolom
edisi ini, tidak akan membahas hubungan jabatan dan pemegang jabatan dalam
pendekatan yang sangat akademis tapi khusus menyangkut privasi bagi pejabat
publik.
Kepala
daerah dan wakil kepala daerah dari tujuh kabupaten/kota di Sulteng (Tojo
Una-una, Tolitoli, Banggai Laut, Sigi, Poso, Morowali Utara, dan Palu) yang
baru dilantik merupakan hasil pemilihan langsung oleh rakyat. Diakui atau tidak,
pada saat akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah maupun wakil kepala
daerah, mereka dengan segala cara dan sekuat tenaga ingin menjadi sosok yang
populer (dikenal dan dekat dengan rakyat).
Setelah
meraih kemenangan dan dilantik, mereka menjadi makin populer. Secara alamiah
mereka yang sudah populer, disadari atau tidak, ingin kembali punya privasi.
Maka tak heran, jika ada kepala daerah/wakil kepala daerah tertentu yang ketika
dalam proses pencalonan sangat bersahabat dengan wartawan tapi segera setelah
dilantik sudah menolak wartawan yang hendak mewawancarainya.
Sangat
manusiawi sifatnya. Pada saat mengejar suatu jabatan, ada kecenderungan untuk
bekerja di ruang terbuka. Segala apa saja yang hendak dilakukan, harus
terekspos luas agar khalayak mengetahui. Sebaliknya, mereka yang sudah
berstatus pejabat publik berkecenderungan dan lebih tenang bekerja di ruang
tertutup.
Sekali
lagi, hal ini merupakan naluri manusia yang lumrah adanya. Juga merupakan
naluri alamiah sebuah pemerintahan. Andrew Puddetphatt mengingatkan bahwa
pemerintahan demokratis sekalipun cenderung melakukan sebagian besar urusannya
jauh dari pengetahuan publik. Sinyalemen Puddetphatt dapat pula berlaku bagi
pejabat publik yang terjaring melalui proses election sekalipun. Meski
dipilih orang banyak tapi tapi berkecenderungan mengelola berbagai urusan
publik jauh dari kontrol konstituennya.
Fenomena
ini yang menginspirasi tuntutan keterbukaan informasi publik yang
berkembang di negara-negara Eropa dan Amerika. Melawan kecenderungan inheren
dari pemerintah dan watak pejabat publik untuk melakukan kontrol, sensor,
dan kerahasiaan. Ini pula yang mengilhami perjuangan lahirnya undang-undang
keterbukaan informasi publik di Indonesia. Privasi dan keterbukaan merupakan
dua kepentingan yang dilindungi hukum. Namun praktik yang diterima secara umum
di sejumlah negara menerangkan bahwa semakin tinggi posisi (jabatan) publik
yang dipangku seorang individu semakin rendah pula harapan mereka untuk
memiliki dan menyimpan rahasia pribadi. Ketika terjadi kompetisi antara dua
kepentingan tersebut maka yang pertama harus mengalah pada yang terakhir.
Para
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang baru saja dilantik tidak bisa
mengelak dari konsekuensi di atas. Tidak terbatas pada tindakan pemerintahan
(kebijakan dan keputusan) yang harus terbuka tapi akan merambah pada aspek
perilaku yang kerap hanya berbatas tipis dengan privasi. Hal ini tak
terhindarkan sejalan dengan pendekatan fungsionaris dalam hukum administrasi
yang mulai memberi perhatian pada aspek perilaku pejabat, sebagai pelaksana
kewenangan pemerintahan.
(Penulis
adalah wartawan Harian Radar Sulteng dan Dosen Fakultas Hukum Universitas
Tadulako) Dimuat di Harian Radar Sulteng, Senin, 22 Februari 2016
COMMENTS