PENCEGAHAN
RADIKALISME DENGAN
PENGALAMAN NYATA
RAHMAT
BAKRI
INI
bukan pelatihan jurnalistik biasa. Tapi pelatihan jurnalistik yang spesifik
pada tema intoleransi dan radikalisme. Isu yang sedang menjadi perbincangan hari-hari
ini. Melibatkan dua komunitas anak muda yang berkolaborasi dengan sangat apik.
Zetizen Radar Sulteng dan alumni Pusbang DePSA Untad. Mereka dipertemukan
dalam kegiatan Basic Journalism Training: Be a Smart Future Leader with Smart Thought
of Mass Media.
Zetizen
adalah komunitas siswa dan mahasiswa yang selama ini aktif melakukan
kegiatan-kegiatan positif. Di dunia maya maupun di dunia nyata. Mulai dari
hal-hal kecil sampai yang cukup spektakuler. Mulai dari ikut membersihkan
sampah di Teluk Palu, menanam pohon,
hingga mengirim perwakilan ke New Zealand bersama dengan anak-anak
Zetizen dari seluruh Indonesia. Zetizen Radar Sulteng juga rutin
menyelenggarakan kelas jurnalistik, kelas fotografi/videografi, dan kelas
event.
Pusbang
DePSA Untad merupakan salah satu lembaga di Universitas Tadulako. Dibentuk
pertengahan 2017. Sebagai respons terhadap isu-isu kebangsaan terkini. Menjadi
pusat kaderisasi calon-calon pemimpin lembaga kemahasiswaan di Universitas
Tadulako. Rutin menggelar pelatihan bagi mahasiswa. Selama pelatihan, mahasiswa dibekali materi tentang wawasan
kebangsaan, etika akademik, dan manajemen risiko.
Pada
15-16 September 2018, keduanya dipertemukan dalam kegiatan bersama. Keseruan
sudah pasti. Tapi substansi tetap tersampaikan. Tentang disrupsi yang dialami
media konvensional. Munculnya media sosial yang menjadikan setiap orang sebagai
produsen informasi. Menjadikan lalu lintas informasi datang dari segala arah.
Informasi yang berlimpah dalam jumlah, cepat dalam penyebaran, dan beragam
dalam konten.
Tapi
anomali justeru tercipta. Di tengah keberlimpahan dan keragaman informasi yang
setiap saat dapat diperoleh melalui mesin pencari, justeru membuat kita
terisolasi dalam selubung maya. Kita hanya membaca apa yang disuka. Hanya
mencari apa yang menjadi kecenderungan. Akhirnya kita cenderung kehilangan
objektivitas dalam menatap suatu realitas. Tersekat dalam sikap yang eksklusif.
Pada titik inilah bersemai bibit-bibit intoleransi. Dan paham radikal biasanya
bermula dari sikap intoleransi maupun sikap toleran terhadap intoleransi.
Media
(konvensional dan terutama sosial) seperti pisau bermata dua. Ia dapat menjadi
instrumen untuk menangkal penyebaran paham radikal. Dapat pula melakukan fungsi
yang sebaliknya. Justeru menjadi alat yang sangat efektif untuk berkembangnya
disinformation (istilah yang digunakan Unesco sebagai pengganti fake news).
Penggunaan “fake news” akan membunuh kredibilitas jurnalisme dan profesi
jurnalis. Sebab dalam berita tidak mungkin ada yang palsu. Sebab berita adalah
informasi yang sudah terkonfirmasi dan terverifikasi.
Pelatihan
bersama Zetizen Radar Sulteng dengan Pusbang DePSA Untad tidak hanya teoretis.
Sudah dirancang sedemikian rupa, agar memberika pengalaman langsung tentang
bagaimana cara media bekerja membawa mandat publik. Terkhusus bagaimana cara
media bekerja menjalankan fungsinya yang paling relevan saat ini; turut
menangkal perkembangan dan penyebaran paham radikal. Para peserta berkesempatan
melakukan wawancara langsung dengan sejumlah narasumber yang kompeten tentang
radikalisme. Baik dari aspek kebijakan (pemerintah), tokoh agama (MUI), maupun
civil society (FKPT Sulteng).
Berbekal
teori tentang dasar-dasar jurnalistik, interaksi dengan rekan dan
penyelenggara, dan wawancara langsung dengan sejumlah narasumber, terbitlah
beberapa karya sederhana dari peserta. Publikasi kecil tentang pentingnya
merawat toleransi, dialog antargolongan, peran mahasiswa dan perguruan tinggi
mencegah paham radikal, hoax sebagai salah satu sumber radikalisme, dan di
balik terorisme agama menjadi sasaran. Untuk menghasilkan tema-tema ini tentu
melalui pergulatan pemikiran para peserta yang terlibat. Dan itu menjadi
pengalaman nyata dalam upaya menangkal radikalisme.
*Penulis
adalah Ketua Umum/Ketua Harian Pusat Pengembangan Deradikalisasi dan Penguatan
Sosio Akademik (Pusbang DePSA) Universitas Tadulako.
*Dimuat di Harian Radar Sulteng Senin, 17 September 2018
COMMENTS